"Sebenarnya cerpen ini udah dibuat dari tajun lalu. tepatnya 10 November 2013. yups, inspirasinya dari hari pahlawan. tentang pahlawan dalam hidup kita. siapa yang pantas kita kasig gelar PAHLAWAN..." Gadis itu tertunduk. Diam mematung di sudut sekolah. Pahlawan. Kata itu terus tergiang dalam kepalanya. Ah…membosankan. Kenapa gurunya selalu memberikan tugas yang membosankan. Mengarang dengan tema pahlawan dalam hidupmu. Apa-apaan ini. Mentang-mentang hari ini 10 November, hampir semua hal berkaitan dengan pahlawan. “Lita…” gadis itu tersentak. Sosok pemuda dengan lesung pipit memanggilnya. “Bayu,”. Gadis yang bernama Lita itu tersenyum melihat kedatangan Bayu, pemuda itu. “kamu melamun?” tanya bayu, begitu dia berada disamping Lita. “kelihatan banget ya?” tanya Lita dengan muka lesu. Bayu tertawa. “aku terlalu mengenalmu Lit, 10 tahun kita bersama sejak sekolah dasar, apa itu kurang?” Lita tersenyum, menyetujui jawaban bayu. Tetapi sesaat kemudian wajahnya terlihat lesu. “ada apa Lit? muka jangan ditekuk terus, ntar kisut, cepet tua,” ledek Bayu. Lisa menghela napas. Menatap Bayu dengan tatapan serius. “Makna kata pahlawan itu apa sih Bay?” “Pahlawan. Orang yang berjasa bagi orang lain,” jawab bayu singkat. “apakah semua orang yang berjasa di hidup kita itu bisa disebut pahlawan Bay?” “Ehmmm….nggak juga. Ya bergantung darimana kita memandangnya. Yang jelas bagi aku pahlawan itu, orang yang berjasa bagi kita tanpa mengharapkan pamrih.” “siapa pahlawan dalam hidup kamu Bay?” “ya jelas orang tua ku dong yang utama.” “alasan kamu apa Bay?” “sederhana saja. Mereka sosok yang sempurna buatku.” “Sempurna. Bagaimana kalau sosok yang sempurna itu berubah jadi tidak sempurna Bay?” Bayu menghela napas sejenak. Menatap gadis disebelahnya. “seperti kataku tadi Lit. bergantung pada cara kita memandangnya. Sempurna itu relative Lit. kamu kenapa sih kok aneh banget? Tanya hal-hal nggak jelas kayak gini?” “Nggak kok Bay. Aku tadi ada tugas mengarang. Temanya pahlawan dalam hidup kita. Dan semua teman yang aku tanya siapa pahlawan mereka. Pasti mereka menjawab, orangtua. Aku hanya berpikir Bay.. orangtua mereka sempurna. Bagaimana dengan aku Bay, orangtuaku bercerai. Apakah mereka masih bisa aku sebut pahlawan, kalau nyatanya, orang yang seharusnya melindungiku malah menghujamkan luka dalam hidupku?”. Suara lita terdengar serak menahan tangis. “kamu menginginkan mereka jadi pahlwan dalam hidupmu Lit?” “Apakah hal itu harus aku ungkapkan Bay. Seharusnya mereka mengerti kan? Tetapi mengapa mereka malah membuat luka di hati aku Bay. Aku ingat dengan jelas Bay, disaat anak-anak lain merayakan kelulusan mereka dari SMP, aku malah dihadapkan dengan kenyataan orangtuaku bercerai. Apa mereka masih bisa menjadi pahlawan buat aku Bay? Sedangkan luka itu udah terlalu dalam.” “Lita.. dengerin aku….” Bayu memegang pundak Lita. Menatap tajam kearah gadis itu. “Nggak ada manusia yang sempurna Lita. Aku, orangtua kamu, bahkan kamu sendiri. Kita semua masih banyak kekurangan. Sekarang coba kamu cermati, pahlawan nasional seperti Soekarno saja. Meski jasanya besar terhadap kemerdekaan Indonesia. Beliau masih saja kerap dihujat. Beliau juga pernah melakukan kesalahan. Kita semua manusia biasa Lita, orangtua kamu juga.” Lita terdiam. Mencoba mencerna kata-kata Bayu. “Lita, pikirkan sekali lagi. Meski orangtua kamu bercerai. Mereka tetap bisa menjadi pahlawan buat kamu. Ibu kamu, dari perjuangannya mengandung kamu. Kamu ada sekarang, kamu sehat, tubuh kamu sempurna. Nah, Ayah kamu, siapa yang bekerja keras untuk kebutuhan kamu, ayah kamu kan? Apakah sekalipun mereka meminta pamrih. Nggak kan Lit? mereka memang bercerai Lit. tetapi kamu harus bersyukur, karena mereka hidup kamu sebaik ini sekarang. Kamu bisa sekolah, kebutuhan kamu terpenuhi. Masih banyak orang yang berada di bawah kamu Lita.” “Tapi Bay….” “Tapi apalagi Lita. Lihatlah hal baik yang terjadi Lita. Masih banyak orang-orang yang sayang sama kamu. Tulus tanpa pamrih. Mereka itu yang akan jadi pahlawan di hidupmu nantinya. Menopangmu ketika kamu jatuh. Membantu kamu hingga kamu bangkit lagi. Iya kan Lit?” “ehm..iya,”. “jadi nggak sedih lagi kan? Selalu ada hal bisa kita pelajari dalam setiap peristiwa,” kata Bayu bijak. “Iya,”. “Oh iya Lit. ada satu hal lagi?” “apa?” “jangan lupa ya nanti cantumin namaku sebagai pahlawan dalam hidupmu di tugas kamu. Sebagai sahabat terganteng, terpintar dan terbaik,” kata Bayu sambil tersenyum jahil. Lita terhenyak. “hah apa???” “bukan apa. Tapi nanti namaku cantumin di tugasmu. Bayu Dirgantara, sahabat terbaik Jelita Ayu,” kata Bayu. “Ogah…” kata Lita kemudian dia tertawa. “Nah gitu donk ketawa, kan enak dilihatnya. Tambah cantik… “ puji Bayu. “Yee…gombal,” kata Lita sambil memukul bahu Bayu. “udah lah. Yang penting namaku cantumin,” “Nggak mau,” kata Lita sambil berjalan meninggalkan Bayu. “loh…loh… Lit mau kemana?” tanya Bayu heran. “ada deh, “ jawab Lita tanpa menoleh kearah Bayu. Nggak usah kamu minta Bay, kamu itu pahlawan di hidupku. Sejak dulu, sejak aku mengenalmu, bathin Lita ceria.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comment:
Posting Komentar